1/30/15

Ketika Leukosit Jatuh Cinta

Hai, kau tahu siapa aku. Aku leukosit, sel berwarna putih di dalam pembuluh darah. Hidupku tidaklah sulit, hanya mengalir mengikuti aliran darah. Dan tugasku hanya satu : menghancurkanmu, benda asing

Aku tidak mengerti, tugasku yang mudah itu tiba-tiba saja menjadi sangat sulit. Ah, ini semua berawal dari makrofag. Ketika kau datang, ia memanggilku. Ia mengirimkan sebuah sinyal bernama TNF alfa ke dinding rumahku, endotel. Saat itu, sebuah badai langsung menyerangku. Badai prostaglandin yang membuat aliran darah menjadi lambat.

Tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku hanyalah sebuah sel yang mengikuti aliran darah. Aku pun akhirnya menepi. Saat itu, aku sedikit memberikan perlawanan, aku berusaha melepaskan diri dari p-selectin yang menarikku. Tapi aku kalah. Aku akhirnya berputar di sisi endotel dan akhirnya ditarik oleh PCam memaksaku untuk keluar dari endotel, untuk menemui kamu.

Ini salah. Aku tahu aku seharusnya tidak menemuimu. Seharusnya aku melawan P-selectin lebih karas tadi. Tapi semuanya sudah terlambat, aku sudah keluar dari pembuluh darah, dan aku sudah bertemu denganmu, benda asing.

Tugasku mudah. Yaitu menghancurkanmu saat ini. Tapi yang terjadi adalah sesuatu yang seharusnya tidak aku lakukan. Sesuatu yang bisa membuat tugasku menjadi sulit. Ya, yang terjadi adalah, aku jatuh cinta padamu.

Aku rasa kau setuju, cinta membuat segalanya menjadi lebih sulit. Aku harus menghancurkanmu, sebelum kamu menghancurkan aku. Tapi bagaimana bisa aku menghancurkan kamu? Tidak. Aku tidak bisa. Dan inilah konsekuensi dari jatuh cinta. Bagiku konsekuensinya adalah kematian.

Aku rasa, menyesal pun sudah terlambat. Apa yang harus aku sesali dari jatuh cinta? Itu adalah hal yang tidak bisa dikendalikan.

Jadi, disinilah aku memandangimu dengan penuh cinta, dan menunggu kau menghancurkan aku.