6/12/12

Pagi Kuning Keemasan


Pulau kecil nan indah. Pasti itulah yang terlintas di benak para wisatawan yang berkunjung ke pulau Lengkuas, Belitung ini. Aku bisa melihat dari ekspresi bahagia mereka ketika mereka selesai menyelam, berenang, atau sekedar pergi ke puncak mercusuar untuk berfoto.

Tapi bagiku, pulau Lengkuas ini merupakan sumber penghasilan, terutama mercusuar yang berdiri kokoh ini. Sudah 4 bulan aku bekerja menjadi operator mercusuar. Bulan ini kebagian berjaga dengan seorang laki-laki paruh baya, namanya Hasan.

Kopi dan gorengan. Itulah yang aku dan Hasan andalkan untuk mengganjal perut kami dan juga begadang sampai fajar terbit.

“Apa jadinya kalau kita tidak ada.” Ujar Hasan ketika aku menyesap kopiku.

“Hmm?” timpalku bingung.

“Ya, kalau tidak ada yang mau yang mau jadi operator mercusuar seperti kita, sudah berapa kapal yang tenggelam gara-gara nabrak karang.” Ucapnya panjang lebar dengan logat khas belitung.

“Hahaha” tawaku mendengar ucuapan Hasan.

“Tapi Agil, kau masih muda. Carilah pekerjaan lain yang lebih pantas.”

Aku kembali menyesap kopiku sambil membenarkan perkataan Hasan dalam hati. “Kalau aku tidak bekerja sebagai operator lagi, siapa yang akan menemanimu di mercusuar tua ini?” candaku.

“Bah, kau kan tahu ada si Mahar. Dia bisa diandalkan.”

Obrolan kami terus berlanjut, hingga waktu tidak terasa dan fajar akan segera terbit. Inilah yang aku tunggu.

Aku menyipitkan mataku ketika melihat sebuah kapal dari puncak mercusuar.
“Itu pasti kapal yang ditumpangi si Mahar.” Ucap Hasan. Ya, setelah hari ini, tugasku untuk sebulan berjaga akhirnya selesai dan digantikan olehnya.

Aku kaget ketika bukan hanya Mahar yang turun dari kapal itu. Ada seorang perempuan mengikutinya dari belakang. Perempuan yang sangat aku kenal.

“Kenapa kau kesini?” ucapku kepada perempuan itu.

“Menjemputmu. Sekaligus membawakan sarapan.” Ujar perempuan sekaligus istriku itu dengan senyum yang sangat manis walau terengah karena harus naik sampai puncak murcusuar.

“Kau tidak usah repot-repot begini.” Ucapku sambil membuka rantang yang ia bawa. “kau bangun jam berapa untuk masak?”

“Ini setimpal. Tidak semua istri bisa menikmati matahari terbit bersama suaminya dari puncak mercusuar. Kau lihat? Bahkan kita bisa melihat seluruh pulau dari sini..”

Ia kemudian menyandarkan kepalanya di bahuku lalu melanjutkan kalimatnya. “Bahagia itu sederhana bukan?” ujarnya sambil menatap lurus pemandangan yang ada di depannya.

Ya, aku harus mencari pekerjaan yang lebih layak dari operator mercusuar. demi perempuan paling berharga dalam hidupku yang masih memandangi langit pagi yang berwarna kuning keemasan.




2 comments:

  1. manis banget ih ceritanya simple. :)eh, aku anak unpad jg loh salam kenal ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal, salam unpad hehe. terimakasih :)

      Delete